Tulang Rusuk Part 15
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
#Tulang_Rusuk
Judul : Tulang Rusuk
Genre : Romance-Religi
Part 15 [Delay]
Hujan mengguyur luasnya bumi Jogja. Jalanan dan pepohonan basah tak tersisa begitupun semua makhluknya yang bersembunyi dari derasnya guyuran. Seperti Arumi dan Zuhan, keduanya meringkuk di balik selimut tebal saling mendamaikan. Tak ada jarak ataupun pemisah seperti kisah klasik di novel. Nyatanya, rasa nyaman itu ada meski cinta belum bersemi sempurna.
Lihat! Perempuan itu begitu damai dalam dekapan sang suami. Ia sama sekali tak terusik, bahkan tak mencoba melepaskan tangan kekar yang melingkar di pinggangnya. Sadarkah dirinya? Sangat sadar meski hanya sebagian nyawanya. Yang pasti, ia bisa merasakannya.
Kriiing
Suara benda kecil yang bergoyang-goyang di atas laci membuatnya membuka mata seketika. Tampak benda itu menunjukkan angka 4. Tersadar akan satu hal yang terlewatkan, ia segera membangunkan Zuhan.
"Pak, bangun!"
Lelaki itu mengerjap. Sesaat, ia membeku menyadari bagaimana posisinya sekarang. Tampak Zuhan begitu sungkan dan segera menarik tangannya. Ia mencoba berdehem dan duduk sekenanya.
"Jam berapa ini?"
"Jam 4, Pak. Kita belum sholat."
Refleks, pria itu menepuk jidat dan dibalas kekehan ringan oleh Arum. Sungguh manis, bukan?
"Jangan ketawa, Rum! Buruan bangun!" ucapnya gemas dan berjalan cepat ke kamar mandi.
Well, menikah itu bukan hanya tentang cinta dan bahagia. Ada hal lain yang harus dipupuk dan dipertahankan. Keikhlasan. Tentang apa? Ikhlas dalam membangun rumah tangga. Jika lupa, biar kuingatkan kembali. Kata pepatah, modal pernikahan ada 4. Yang pertama itu cinta, selebihnya kepercayaan. So, pernikahan itu bukan hanya sekadar cinta, khitbah, dan kata sah, tapi bagaimana bertahan dalam badai kehidupan.
Kali ini, sholat Ashar yang sudah di penghujung waktu itu masih terasa mendebarkan. Ibadah terasa indah saat dilaksanakan berdua penuh cinta. Hati terasa damai ditambah getaran bacaan serta makna senandung Al-Quran. Seperti biasa, Arum menci*m ta'dzim tangan Zuhan usai 4 rakaat wajib dan dibalas kec*pan pada kening dari sang suami.
"Jadi pulang, Pak?" tanyanya gugup.
"Jadi, Rum. Di rumah lebih baik."
"Tapi..."
"Kenapa?"
"Sumbernya masih di rumah, Pak," ucap Arum begitu pelan.
"Setidaknya, rumah itu tempat ternyaman. Kita terapkan saja konsep baity jannaty."
"Arum manut, Pak."
Tangan Zuhan mengelus kepalanya singkat lalu melepas mukenahnya perlahan. Ah, perlakuan itu menjadi candu tersendiri.
"Good. Wanita itu harus nurut omongan suami, Rum. Sambutlah suami dengan kasih sayang, bukan tuntutan atau keluhan."
"Terus, tugas suami?"
"Memperlakukan istri dengan kekuatan dan kelembutan." Ia merengkuh Arum penuh kasih dan mengec*p pucuk kepalanya yang masih terasa harumnya. "Seperti itu contohnya."
"Pak Zuhan modus," ucapnya terkekeh.
"Nggak apa-apa, semoga saja hatimu cepet luluh, Rum."
"Aamiin."
Refleks, Arum membekap mulutnya dengan pipi yang bersemu merah. Sungguh, ia malu. Bukan apa-apa, sikap itu menunjukkan bahwa dirinya pun selalu berdoa dan berharap agar bisa menerima cinta sang suami.
"Alhamdulillah. Ternyata, kamu sudah mulai menerimaku. Trimakasih, sayang."
Arum semakin merasakan hawa hangat dalam hatinya. Dirinya semakin beku saat tangan sang suami mengelus pipinya pelan. Andai tak malu, ia mungkin akan berteriak bahwa jantungnya sedang tak normal sekarang. Entah sebab apa, yang pasti, ia menyukai perlakuan lembutnya.
Malam tiba, sesuai rencana, keduanya bersiap menjamah malamnya Jogja. Bukan untuk memburu keindahannya melainkan menghilangkan kenangan pahit dan meninggalkan jejak yang indah. Kali ini, sepasang suami istri itu sudah berada dalam mobil. Ada rasa cemas luar biasa pada raut wajah Arum. Entah karena apa, yang pasti, perempuan itu seolah enggan beranjak.
"Kenapa, Rum?" tanya Zuhan heran.
Yang ditanya memandangnya cemas. "Kenapa harus pulang malam, Pak?"
"Kamu mau menunda-nunda lagi dengan tangisan seperti kemarin?"
Ah, kenapa harus pertanyaan itu yang terlontar? "Kok bicaranya seperti itu, Pak?"
Menyadari kesalahannya. Lelaki itu meraih tangan Arum dan mengelusnya perlahan. "Maaf. Ya, sudah. Kita pulang besok saja."
Gadis manis itu mengangguk paham bahwa tak mungkin lelaki baik sepertinya tega membuka lagi luka yang sudah menganga. "Maaf, Pak. Arum nggak bermaksud apa-apa. Cuma..."
"Kenapa?"
"Kasihan Pak Zuhan harus nyetir malam-malam," jawabnya sedikit sungkan.
"Sudah mulai peduli sekarang?" tanyanya dengan menaik-turunkan alisnya yang tebal.
Arum terkekeh dan mengangguk pelan. "Seperti kata Pak Zuhan, Arum akan berusaha menyambut dengan kasih sayang, bukan tuntutan atau keluhan."
💕💕
Yuhuu.... seperti biasa, cerita dadakan lagi jadi cuma sedikit banget. Niatnya nggak post dulu, tapi tanganku gatel. Padahal, hari ini dikejar banyak deadline di duta. Seperti doa kalian, semoga lelah ini lillah. Love U ❤❤ .
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar