Tulang Rusuk Part 43

  #Tulang_Rusuk Judul : Tulang Rusuk Part 43 : Forever Dalam ruangan seeba putih, Zuhan memandang sendu Arum yang terbaring lemah. Ia usap lembut pipi istrinya, pun mengecvp keningnya. Ada rasa haru serta sakit menyeruak, membuatnya ingin sekali menangis. Ah, bukan hanya ingin, karena kenyataannya, cairan kristal sudah mengintip di sudut mata. Gegas Zuhan mengusapnya sembari menoleh ke sembarang arah. "Yaa Fattaah ..." ucap Zuhan menahan tangis hingga tujuh kali pengulangan sembari mengusap perut Arum. "Pak, Ibu sudah terlalu lemas. Kita harus segera melakukan tindakan operasi caesar." Zuhan semakin panik, ditambah ia mengingat akan bahaya plasenta previa jika Arum memaksa untuk lahiran normal. Berkali-kali, ia membujuk, tetap gelengan kepala yang ditunjukkan Arum. "Izinkan Arum berusaha sekali lagi, Pak," mohon Arum dengan suara yang teramat pelan. "Aku mohon, Rum, jangan memaksa. Please, dengarkan aku." "Sekali ini saja

Tulang Rusuk Part 14

 #Tulang_Rusuk

Judul : Tulang Rusuk


Genre : Romance-Religi


Part 14 [Sakit]

Pagi ini, langit Jogja begitu cerah. Sinar keemasan menambah hawa hangat dan keceriaan. Kicauan burung menciptakan irama indah yang mendamaikan. Tampak muda-mudi berbondong-bondong mengais ilmu di kota pendidikan. Ya, daerah penuh kenangan dan perjuangan dari jaman kemerdekaan kini tumbuh pesat dengan berpuluh-puluh lembaga sekolah dan universitas.

Dalam kamar dengan luas 26 meter persegi, Shanum duduk di belakang jendela, memandangi jalanan. Ia menghirup dalam-dalam udara pagi yang masih terasa segar. Matanya liar memindai tiap pejalan kaki juga kendaraan. Sesekali, bibirnya tersungging saat segerombolan bocah berpakaian merah putih berlarian penuh tawa. Fatamorgana, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaannya sekarang.

Lain halnya Arum, Zuhan sibuk mengepak pakaian dalam koper hitam. Sungguh, ia pu tak rela jika harus meninggalkan kota indah ini tanpa memberikan jejak kenangan indah. Indah? Yang ada hanya sebuah kesakitan yang entah kapan berakhirnya.

"Rum..."

Gadis yang dipanggil pun menoleh seketika dan berjalan menghampiri. Hatinya perih melihat sang suami yang terus tersakiti akan sikap kurangaj*rnya. Arum duduk di samping Zuhan dan memandangnya begitu lekat.

"Kenapa harus buru-buru, Pak?" tanyanya pelan dengan rasa bersalah yang membuncah.

"Kota ini hanya akan mempersulit hubungan kita, Rum."

Ia semakin berdosa mendengar penuturan itu. Namun, semua itu benar adanya, kan? "Maaf."

Tampak tangan Zuhan mengelus rambut indahnya yang terkuncir. "Sudah. Lebih baik, kamu siap-siap." Setelahnya, penyandang status dosen itu berjalan keluar.

Sungguh, wanita manapun berharap diperlakukan lembut seperti ratu satu-satunya di dunia. Lantas, kenapa Arum hanya diam mematung tanpa membalas apapun? Entahlah, mungkin, hatinya sedang kalut. Atau, jantungnya sedang beradu ritme akan perlakuan sang suami yang begitu tulus.

Kini, ia melangkah ke kamar mandi, membersihkan diri. Seperti biasa, asal badan segar dan bersih, gadis itu akan segera berbenah diri dan melanjutkan aktivitas lain.

Tibalah kini dengan aktivitas pagi lainnya, menyajikan segelas teh hangat kesukaan sosok Arshad Zuhan. Rupanya, Arum memang begitu cekatan jika berurusan dengan dunia perdapuran. Aroma yang tercium dari asap itu sungguh menggoda. Siapapun akan tergiur dan ingin segera meneguknya hingga tandas.

"Lho, kapan makanan ini datang, Pak?" tanyanya sembari menaruh teh di meja makan yang sudah tertata bebagai menu hidangan.

"Tadi, pas kamu mandi. Ayo, makan!"

Ah, biar saja kali ini ia tak berkutat dengan masakan karena ada makanan instan yang begitu lezat. Terlihat sambal dengan warna merah menganga membuat lidah Arum berair seketika. Ia tak tahan dan segera mengambilnya dua sendok.

"Kamu suka sekali sama sambel ya, Rum?" tanya Zuhan sambil menatap ngeri piring Arum.

"Iya, Pak."

Pria itu mengambil lagi sambel yang sudah berada di atas nasi Arum hingga tersisa sangat sedikit. "Jangan dibiasakan! Sayangi tubuhmu, Rum!" perintahnya pelan sembari meletakkan sambel itu di piringnya.

"Terus kenapa Pak Zuhan malah ngambil sambelnya?"

"Daripada dibuang."

"Sama saja bohong, Pak."

"Beda, Rum. Laki-laki lebih tahan banting."

"Teori itu harus dimusnahkan, Pak."

"Kenapa?"

"Karena perempuan bisa jadi makhluk terkuat di dunia."

Zuhan hanya terkekeh di sela kunyahan. Merasa terpojokkan, terbesit suatu ide yang menumbuhkan semangat dalam jiwa Arum.

"Kita buktikan ya, Pak."

"Maksudnya?"

Bukan menjawab, gadis itu justru mengambil dan menaruh 5 sendok sambal di piringnya juga Zuhan sedang pria itu mendelik seketika.

"Apa-apan ini, Rum?"

"Arum nantang Pak Zuhan. Kita makan hanya dengan nasi plus sambal. Bagaimana?"

"Jangan main-main!"

Tak peduli akan ucapan serta larangan sang suami, Arum tetap melahapnya hingga tandas sedang Zuhan hanya mampu melongo tak percaya. Tampak mata gadis itu kian berair dengan wajah yang mulai memerah. Sepertinya, ia sedang menahan rasa pedas yang sudah mengaduk-aduk lidah hingga perutnya.

Tak tega, pria itu bangkit dan mengambil paksa piring yang hanya tersisa sedikit nasi. Diambilkannya pula segelas air untuk Arum yang mati-matian menjaga image agar tak terlihat lemah seperti ucapannya. Ah, wanita memang istimewa yang selalu ingin menang dan terlihat tegar.

"Kalau nggak kuat, nggak usah dipaksa. Apa untungnya melakukan ini?" ucap Zuhan sembari memandang gadis yang kesusahan meneguk segelas air.

Mungkin merasa malu atau sungkan, yang ditanya hanya diam dan berlari ke dalam kamar. Kali ini, ia marasakan sensasi panas yang mulai menyerang di area perut. Benar saja, reaksi itu begitu cepat dan membuatnya keluar masuk kamar mandi.

Lemas sudah tubuhnya. Kini, ia berbaring dengan menutup tubuhnya menggunakan selimut putih tebal. Rupanya, gadis itu pun sedang merasakan dehidrasi luar biasa akibat diare yang tak kunjung berhenti.

Sedang Zuhan begitu panik sekaligus emosi menatapnya. Meski begitu, lelaki itu begitu telaten mengurusnya. Tangannya lihai membuatkan cairan oralit untuk sang istri. Kini, ia mendudukkan Arum dan meminumkannya perlahan. Sesaat, gadis itu menatapnya lekat seolah berkata terimakasih atas kepeduliannya.



"Jangan ulangi hal gila seperti itu lagi, Rum," ucap Zuhan sembari membantu Arum berbaring.

Sedang Arum merasakan kedamaian tersendiri. Ya, sesuatu yang mungkin saja sangat diharapkan para istri di luaran sana. "Kenapa Pak Zuhan begitu peduli sama Arum?"

"Karena kamu istriku dan aku mencintaimu." Ia mengecup cukup lama kening Arum yang refleks ikut memejamkan mata. "Tidurlah! Nanti sore, kita ke dokter."

"Nggak usah, Pak."

"Kenapa?"

"Cukup Pak Zuhan saja yang mengobati Arum."

Ada rasa hangat dalam qolbu lelaki itu. Entah ucapan itu tulus dari relung hati atau sekedar sebagai pelipur lara, yang pasti, Zuhan begitu bahagia mendengarnya. Diraihlah jemari Arum dan diciumnya lekat punggung tangannya yang halus.

"Kalau aku menjadi obatmu, kamu pun harus menjadi obatku, Rum. Uhibbuki fillah."

💕💕💕💕

Yuhuu... 2 hari ini nulis cerita Arumi sangat dadakan. Semoga masih ngena di hati kalian. Kalau besok nggak update, maaf yaa. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulang Rusuk Part 1

Tulang Rusuk Part 15